I. Muqoddimah
Rangkaian ibadah-ibadah Ramadhan diakhiri dengan "Idul Fithri". 'Id secara etimologis berarti 'kembali' dan “Fithri” berarti 'berbuka' atau fitroh.
Sedangkan secara istilah, Idul Fitri ialah kembali berbuka (makan-minum) setelah berpuasa atau kembali kepada fithroh setelah melalui masa training dan pembersihan (tathhir) selama bulan Ramadhan.
II. Hukum dan Disyariatkannya Idul Fitri
Hari Raya Idul Fitri disyariatkan pertama kali pada tahun awal Hijriyah. Seperti dilaporkan oleh Anas, "Adalah mereka (penduduk Madinah) memiliki dua hari raya, hari di mana mereka bermain dan bergembira, sampai Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Rasulullah SAW bertanya, "Apakah tujuan dan arti dua hari ini?". Mereka menjawab, "Pada zaman jahiliyah dulu kami bermain pada dua hari raya ini."
Rasulullah SAW berkata, "Sesungguhnya Allah SWT telah mengganti dua hari itu dengan hari Raya yang lebih baik, yakni hari raya "Idul Fitri" dan hari raya "'Idul Adhha" (HR. Nasa'i - Ibnu Hibban).
Hukum shalat Idul Fitri adalah sunnah mu'akadah, yaitu sunnah yang sangat dipelihara dan dianjurkan oleh Rasulullah SAW kepada umatnya. Dalil yang menunjukkan atas disyariatkannya shalat Idul Fitri, antara lain:
- Al-Qur'an Surat Al-Kautsar ayat 2.
- Hadits; Hadits mutawatir bahwa Rasulullah SAW shalat Idul Fitri yang pertama pada tahun kedua hijriyah, sebagaimana dilaporkan oleh Ibnu Abbas (HR. Bukhori-Muslim).
- Ijma' Ulama'. Para ulama dan kaum muslimin telah berijma' tetap disyariatkannya shalat Idul Fitri.
III. Waktu Shalat Idul Fitri
Para ulama sependapat, waktu shalat Idul Fitri dimulai sejak terbit matahari 1 Syawal hingga sebelum zawal (dzuhur), seperti waktu shalat dhuha. (HR.Ahmad).
Disunnahkan agar menyegerakan shalat 'Idul Adhha dan mengakhirkan sedikit shalat Idul Fitri (HR. Syafi'i). Hikmahnya untuk shalat 'idul adhha agar waktu menyembelih hewan qurban lebih panjang. Sedang untuk Idul Fitri agar waktu menyalurkan zakat lebih luas.
IV. Tempat Shalat Idul Fitri
Para ulama sepakat bahwa tempat shalat Idul Fitri untuk Makkah, yang afdlol dilaksanakan di masjid Al Haram. Dan untuk luar Makkah, ada dua pendapat:
- Jumhur ulama (kebanyakan ulama') melihat bahwa yang afdlol dilaksanakan di tanah lapang (bukan masjid), kecuali dalam keadaan darurat atau ada udzur syar'i seperti hujan, maka dilaksanakan di masjid, seperti yang dilaporkan Abu Hurairah (HR. Abu Daud dan Al-Hakim).
- Asy-Syafi'iyah melihat pelaksanaan shalat Idul Fitri lebih afdlol di masjid, sebab masjid adalah tempat yang paling mulia. Kecuali apabila masjidnya sempit, maka yang afdlol di tanah lapang kalau ada, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW (HR. Bukhori - Muslim).
Konklusinya, tanah lapang (kalau ada), masjid bahkan musholla (kalau tidak ada tanah lapang atau tidak ada masjid, atau ada tetapi menyulitkan), dapat ditempati untuk Shalat Idul Fitri.
Dengan tetap menjaga prinsip ukhuwwah, dan menyadari bahwa kita berada dalam suasana hari raya Idul Fitri, masalah ini tidak perlu dibesarkan. Yang menjadi masalah adalah kalau tidak shalat Idul Fitri.
V. Tata Cara Shalat Idul FitriShalat Idul Fitri terdiri dari dua rakaat. Syarat dan rukun shalat 'id mengikuti syarat dan rukun shalat wajib.
Setelah takbiratul ikhram dan sebelum membaca al Fatihah pada rakaat pertama, disunnahkan membaca takbir sebanyak 7 (tujuh) kali takbir, dan pada rekaat kedua 5 (lima) kali takbir, tidak termasuk takbir ketika bangkit dari sujud (rakaat pertama) ke rakaat kedua (takbirotul qiyam), dengan mengangkat kedua tangan setiap takbir, sebagaimana dilaporkan Amar bin Syuaib (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Abu Daud dan Daruquthni).
Shalat Idul Fitri dilakukan sebelum khutbah Idul Fitri, sebagaimana dilaporkan oleh Ibnu Umar " Adalah Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar, Utsman melaksanakan shalat Idul Fithri sebelum khutbah Idul Fitri " (HR. Bukhori-Muslim). Riwayat yang sama juga dilaporkan oleh Abu Said.
VI. Khutbah Idul FitriPelaksanaan khutbah Idul Fitri yaitu setelah Shalat 'Id seperti dilaporkan oleh Ibnu Umar dan Abu Said (HR. Bukhori-Muslim).
Hukum khutbah Idul Fitri dan mendengarkannya adalah sunnat, seperti yang dilaporkan oleh Abdullah bin As Said (HR. An Nasa'i, Abu Daud dan Ibnu Majah).
Dan yang paling afdlol mengikuti seluruh rangkaian shalat/khutbah Idul Fitri dari awal sampai akhir. Seperti pada shalat jum'at, khutbah Idul Fitri terdiri dari 2 (dua)
khutbah.
VII. Hal-Hal yang Disunnahkan
a. Mengisi malam Idul Fitri dengan ibadah dan taqorrub kepada Allah, seperti dzkir, shalat, qiroatul Qur'an, tasbih, istighfar dan sebagainya.
Dan yang lebih afdlol, menghidupkan malam 'Id semalam suntuk, seperti dilaporkan Ubadah bin Shamit (HR. Ath Thobari dan Daru Quthni), tentunya kalau kuat, tanpa mengorbankan ibadah-ibadah wajib, seperti Shalat Isya' dan Shalat Subuh, tepat pada waktunya dengan berjama'ah.
Menghindari mengisi malam-malam Idul Fitri dengan acara hura-hura, yang bertentangan dengan sunnah yang diajarkan Rasulullah SAW .
b. Menghidupkan sunnah takbiran semenjak terbenam matahari akhir Ramadhan hingga berangkat ke tempat shalat 'id sampai kemudian shalat 'id dilaksanakan.
c. Mandi (HR. Ibnu Majah), memakai wangi-wangian (parfum) (HR. Baihaqi), bersiwak (menggosok gigi), memakai sebaik-baik pakaian.
d. Bersegera (berpagi-pagi) menuju tempat shalat Idul Fitri, dengan tenang, dan penuh ketulusan. Dan lebih afdlol kalau berjalan, sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW, seperti dilaporkan oleh Ali bin Abi Tholib (HR. Tirmidzi).
e. Makan (sarapan) sebelum berangkat shalat Idul Fitri, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW. (HR. Bukhori).
f. Membayar zakat fitrah sebelum berangkat shalat Idul Fitri (batas akhir pembayaran zakat fitrah). Sekalipun zakat fitrah boleh saja dibayar beberapa hari sebelum Idul Fitri. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Daraquthni, al Hakim)
g. Bergembira dan menggembirakan sesama muslim dan lebih mempererat tali ukhuwah diantara kaum muslimin.
h. Disunnahkan juga agar jalan ketika pergi dan jalan ketika pulang tidak sama. Seperti yang dipraktekkan Rasulullah SAW. Sebagaimana yang dilaporkan Jabir (HR. Bukhori).
VIII. Idul Fitri bagi Wanita dan Anak-Anak
Sebagaimana halnya kamu pria, kaum wanita dan anak-anak pun disunnatkan menghadiri shalat Idul Fitri. Begitu pula halnya orang-orang tua, gadis-gadis perawan, wanita-wanita haidh dan nifas. Seperti dilaporkan oleh Ummu Athiyah (HR. Bukhori - Muslim).
Adalah Rasulullah SAW keluar bersama istri-istri dan putri-putrinya untuk melaksanakan shalat Idul Fitri dan mendengarkan khuthbah (HR. Ibnu Majah & Baihaqi dan Ibnu Abbas). Adapun untuk wanita haidh dan nifas, cukup mendengarkan khuthbah, tidak ikut shalat.
IX. Adzan dan Qomat
Tidak disyari'atkan adzan dan qomat pada waktu shalat Idul Fitri dan 'Idul Adhha, seperti dilaporkan Ibnu Abbas dan Jabir (HR. Bukhori dan Muslim)
X. Shalat Qobliyah dan Ba'diyah
Tidak ada satu riwayat-pun yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW dan shahabatnya mengerjakan shalat sunnat qobliyah dan ba'diyah pada waktu shalat Idul Fitri (HR. Jama'ah dari Ibnu Abbas), kecuali kalau shalat Idul Fitri dilaksanakan di masjid, maka tetap disunnatkan Shalat Tahiyyat Al-Masjid.
XI. Bergembira pada Hari Raya Idul Fitri
Umat Islam disunnatkan agar bergembira dan menggembirakan orang lain pada hari raya Idul Fitri. Dengan memakai pakaian yang terbaik, sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat-Nya, makan minum yang halal dan tidak isrof (berlebihan), saling berjabat tangan (kecuali antara pria dan wanita yang bukan muhrim), saling menziarohi, saling memberi (mengirim) ucapan selamat (bermaaf-maafan), dan saling bertukar hadiah dalam batas-batas yang wajar.
Hal ini menunjukkan hikmah ajaran Islam yang selalu menjaga keseimbangan (tawazun). Namun demikian, sifat berlebih-lebihan dalam berbagai hal tetap tidak dibenarkan oleh Islam, sekalipun pada hari raya Idul Fitri.
Hadits riwayat An Nasa'i di muka menunjukkan adanya alternatif yang diberikan Rasulullah SAW dalam sabdanya: "Allah telah menggantikan dua hari raya jahiliyah”. Hal ini mengisyaratkan bahwa Idul Fitri harus jauh dari nilai-nilai jahiliyah dan harus berfungsi sebagai rasa syukur kepada Allah, dan penegasan kembalinya kita kepada fithrah.
XII. Pasca Ramadhan
Umat Islam hendaknya berupaya melestarikan nilai-nilai dan amaliyah-amaliyah Ramadhan yang telah dibina selama sebulan penuh, di antaranya dengan melaksanakan puasa sunnah selama 6 hari pada bulan Syawwal.
XIII. Penutup
Demikian panduan praktis ini, semoga hikmah dan tujuan Idul Fitri sebagai hari kembalinya hamba-hamba Allah kepada fitrahnya, dapat kita raih. Amin! (Sumber: isnet.org).
Komentar