Misteri Kandungan Yang Hilang - Bagian 1



DARI lima kali mengandung, hanya seorang putranya yang terlahir dengan selamat dan hidup dengan normal sampai sekarang. Dua orang putranya meninggal ketika masih bayi.

Sedangkan yang dua lagi, kandungannya tiba-tiba menghilang secara gaib. Demikian kejadian “aheng” ini dialami oleh Titin (30), warga Dusun Taneuh Beureum, Desa Suka Sukur, Kecamatan Mangunreja, Tasikmalaya. Titin dan suaminya, Ubud (38) menuturkan kisahnya dengan penuh kegetiran.

*

JIKA seorang bayi meninggal disaat baru lahir, tentunya merupakan sebuah tragedi yang lumrah dan
banyak dialami oleh manusia. Bahkan bayi yang sudah meninggal ketika masih berada di dalam kandungan pun, tidak sedikit pula yang pernah mengalaminya.

Namun yang pasti, kapan pun bayi meninggal, tentu saja harus ada jenazahnya. Seperti juga yang dialami oleh Titin, ketika pada tahun 1986 ditinggal mati oleh bayi pertamanya yang baru berusia 11 hari.

Eta mah tos taqdir ti Gusti weh. Abdi sareng caroge oge pasrah ka Nu Maha Kawasa, (Itu sudah merupakan taqdir dari Tuhan. Saya dan suami juga pasrah terhadap Yang Maha Kuasa), ” begitu kata Titin, memulai kisah getir pengalaman ditinggal anak pertamanya yang sudah sempat diberi nama Sri Mulyati.

Selang satu tahun kemudian, Titin kembali mengandung. Tentunya disambut dengan penuh suka cita oleh suami dan para kerabatnya.

Apalagi ibunya Titin yang sudah tidak tahan lagi, ingin menggendong cucu pertamanya. Sehingga tidak heran jika Titin begitu hati-hati menjaga dan merawat kandungannya.

Selain itu, Ubud pun tak lupa mengundang keluarga dan tetangga untuk mengadakan acara syukuran empat bulan dan tujuh bulan.

Sampai pada akhirnya usia kandungan Titin pun sudah mencapai sembilan bulan. Tinggal menanti detik-detik kelahiran anak yang begitu dirindukannya.

Sembilan bulan telah dilalui Titin, belum juga ada tanda-tanda kelahiran anaknya. Sehari, dua hari, tiga hari, perut Titin malah semakin mengempis.

Dan akhirnya belum juga luka ditinggal mati oleh anak pertamanya terobati, lagi-lagi Titin dan Ubud harus menemukan pengalaman yang lebih menyakitkan. Harapan untuk mempunyai anak pertama semakin pupus dan memudar.

Terlebih lagi ketika perut Titin semakin kempis, kembali ke sedia kala, sebelum memasuki masa kehamilan.   “Aneh. Aneh pisan. Teu lebet akal. Ka mana leungitna orok teh? (Aneh. Aneh sekali. Tidak masuk akal. Ke mana hilangnya bayi itu?),”

begitulah kata Ubud yang sama sekali tidak mendapat ilapat apa-apa atas kejadian tersebut. Untuk memastikan keadaan istrinya, Ubud pun mengajak Titin untuk diperiksa kepada bidan. Bagaimana hasilnya?

 Menurut Ubud, bidan pun sangat terkejut dengan kejadian itu, karena memang hasil pemeriksaan akhir, Titin dinyatakan tidak hamil. Padahal selama Titin hamil, bidan itulah yang suka membantu Titin dengan setia, untuk menjaga dan merawat kesehatan bayi yang tenagh dikandungnya.

Kabar yang mengejutkan itu cepat sekali menyebar ke masyarakat. Berbagai opini muncul. Bahkan prasangka buruk pun tak urung muncul di segelintir masyarakat.

Sigana mah dicokot ku siluman, gara-gara Mang Ubud nyuprih elmu sasar (Sepertinya diambil oleh siluman, akibat Mang Ubud menuntut ilmu sesat),” tutur Ubud, meniru ucapan beberapa orang masyarakat yang berprasangka buruk terhadap dirinya.

Padahal Ubud tidak pernah berpikiran ke arah sana. Apalagi mengadakan perjanjian bersama siluman dengan mengorbankan anaknya.

Abdi mah teu gaduh elmu nanaon. Boh elmu kadugalan atanapi elmu nu aya patalina sareng kabeungharan. Mangga wae uningaan ku nyalira, kahirupan abdi mah da mung sakikieuna. Upami ngadoa mah, nya tangtosna oge ka Gusti Alloh, sanes ka siluman 

 (Saya tidak memiliki ilmu apa-apa. Baik ilmu kadugalan atau yang berhubungan dengan kekayaan. Silahkan lihat saja sendiri, kehidupan saya hanya begini adanya. Kalau berdoa, tentunya juga kepada Alloh, bukan kepada siluman),” tambah Ubud.

Kendati demikian, Ubud yang sehari-harinya mempunyai mata pencaharian sebagai tukang tambal ban, memandang wajar terhadap munculnya pandangan miring seperti itu.

Yang pasti, tindakan tercela seperti itu, tak pernah terlintas sedikit pun dalam benaknya. Memang benar, sekali-kali Ubud suka diminta pertolongan oleh tetangganya, kalau ada yang kerasukan atau sebangsanya.

Namun Ubud menyangkal jika ia memiliki kelebihan untuk dapat berinteraksi dengan dunia lain. Setiap kali ia berdoa, hanya kepada Alloh SWT. Sembuh atau tidaknya, tergantung kehendak Alloh SWT.

Ubud pun mengatakan bahwa dirinya tidak pernah menjadikan hal itu sebagai mata pencaharian. Dalam arti, kalau Ubud mengobati orang kerasukan, ia tidak pernah meminta bayaran berapa pun.


Ini benar-benar merupakan sebuah teka-teki yang sulit untuk dipecahkan. Kandungan yang hilang dan Ubud yang suka menolong orang kerasukan. Apakah ada benang berah yang mengubungkannya?

 “Anging Alloh Nu Maha Uninga (Hanya Alloh Yang Maha Tahu),” Ubud kembali menegaskan. Dan ia benar-benar tidak mendapat isyarat apa pun, baik dalam mimpi atau sebangsanya. Sehingga Ubud menganggap kejadian ini merupakan takdir nu teu bisa dipungkir, kadar nu teu beunang disinglar.

Sampai hari ini, tak ada seorang pun yang bisa mengetahui teka-teki yang tersirat di balik kejadian aheng tersebut.

Titin Mengandung Kembali
 SELANG beberapa tahun kemudian, Titin kembali dinyatakan positif oleh bidan. Harapan memang selalu ada di benak Titin dan Ubud.

Meski sepenggal kenangan pahit yang terjadi dalam hidupnya belum pupus dalam ingatan, tetapi dengan kehamilan yang ketiga kalinya ini, Titin dan Ubud tidak hilang keyakinannya akan kebesaran Alloh SWT.

 Mereka merawat kandungannya dengan tekun dan penuh kasih sayang. Tak lupa juga, Ubud selalu mengadakan acara tradisi selamatan dan berdoa pada saat kandungannya menginjak usia empat bulan dan tujuh bulan.

Tetangga sekitar Ubud pun tidak pernah menolak undangan Ubud untuk melangsungkan doa bersama di rumahnya.

Rata-rata mereka turut prihatin atas kenyataan yang menimpa pasangan Ubud dan Titin. Para tetangga pun tampaknya merasa simpatik terhadap Ubud, yang kesehariannya berkelakuan baik; suka tolong menolong dengan tetangga.

Tak pernah berbuat ulah yang macam-macam, apalagi membuat resah masyarakat.

Sembilan bulan sudah, usia kandungan Titin masih tetap terawat dengan baik. Tidak ada tanda-tanda kelainan atau keanehan yang  dialami Titin.

Saat-saat yang dinantikan pun telah tiba. Bukan hanya keluarganya saja yang merasa cemas menanti saat kelahiran putra Titin, karena para tetangga pun tak luput merasa was-was; takut kejadian yang lalu, terulang kembali.

Akhirnya mereka berkumpul di rumah Ubud, melangsungkan doa bersama, menyambut ‘cahaya’ kehidupan Titin dan Ubud yang begitu dirindukan.

“Alhamdulillah…” begitu ucap Ubud, menuturkan kelahiran anaknya yang lungsur-langsar dengan selamat.

Kebahagiaan pun mewarnai keluarga dan tetangga dekat Ubud. Betapa tidak? Penantiannya telah berlangsung selama bertahun-tahun, sejak pada tahun 1985 Ubud dan Titin berikrar  di hadapan penghulu, dengan disaksikan orang tua dan para tetangganya.

Tak heran jika pada saat itu pula, Ubud langsung memberi nama ‘Nur’ kepada anak bayi yang diberkahi-Nya jenis kelamin perempuan.*** (Diceritakan kepada Ekspresif.Com)

0/Post a Comment/Comments

Previous Post Next Post