Godaan Empat Bulan Pernikahan - Hancurnya Ikatan Suci



Untuk membina mahligai rumah tangga, tak akan pernah lepas dari godaan dan cobaan. Terkadang godaan tersebut begitu indahnya untuk dikecap. Namun, jika sampai terbuai dalam pelukan kenistaan itu, maka penyesalanlah yang akan direguk.

Seperti yang dialami oleh Didi (27), seorang duda tanpa anak yang kini tinggal di Cibiru-Bandung. Dia memilih bercerai dengan istrinya, Maya (25). Hanya demi ambisinya untuk mencapai kenikmatan yang sekejap. Dan kini Didi baru menyadari semua kekhilapannya. “Ternyata Maya adalah wanita yang paling istimewa.” Begitulah yang diungkapkankan Didi, sebelum mengawali kisahnya.

*

    Tak ada yang memaksaku untuk menikahi Maya, satu tahun yang lalu. Aku dan Maya melangsungkan pernikahan atas dasar ketulusan kasih sayang. Tentunya setelah sebelumnya membina hubungan asmara selama kurang lebih dua tahun.

Waktu yang cukup lama untuk bisa saling mengenal segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Hingga pada hari perkawinan yang dinanti-nantikan itu, kami begitu bahagia menyambutnya.

Apalagi keluargaku begitu menyukai sipat dan prilaku Maya. Disamping wajahnya yang cantik, Maya juga memiliki budi pekerti yang baik. Kerendahan hati, sopan santun, selalu menghiasi dalam kesehariannya.
   

Aku bangga menjadi suami Maya. Terlebih lagi dengan banyaknya sahabat laki-lakiku yang mengatakan guyonan ‘musibah membawa berkah’. Maksudnya, musibah untuk Maya, dan berkah untukku. Memang, hampir tak ada yang kurang dalam diri Maya.

Rasanya tidak akan berlebihan, jika kukatakan bahwa Maya itu seorang wanita yang istimewa. Keteduhan selalu kutemui dalam pancaran matanya.

Kedamaian pun kudapatkan dalam sikapnya. Dia begitu pengertian, dan selalu berusaha untuk mengalah. Jika kurenungkan pada saat ini, sebenarnya apa lagi kekurangan Maya? Sehingga aku nekad menceraikan, tanpa ada kesalahan yang telah dilakukan oleh diri Maya.
   

Keretakan rumah tanggaku, tepat sekali pada saat menginjak usia ke-4 bulan masa perkawinan. Bermula dari pertemuanku dengan sahabat lama, ketika masih duduk di bangku SMU.     Sebut saja namanya Wida.

Gadis cantik yang dulu menjadi ‘bintangnya’ kampus. Bahkan dulu pun, aku sempat tergila-gila kepadanya. Sayang sekali, cintaku bertepuk sebelah tangan. Aku ditolak mentah-mentah oleh Wida. Yang membuat aku begitu prustasi, sampai-sampai pernah kucoba meminta bantuan ‘orang pintar’, untuk menarik perhatiannya.

Tapi tetap saja, hati Wida begitu sulit untuk ditembus. Dan kini, Wida kujumpai lagi dalam masa yang berbeda. Wajahnya semakin ayu, menghiasi lekukan  tubuhnya yang indah bak biola.


    “Kerja di mana sekarang, Di?” itulah yang pertama kali ditanyakan Wida, setelah saling berjabat tangan.

  “Wiraswasta kecil-kecilan,” jawabku sambil menikmati kehalusan tangan Wida, yang membuat hatiku berdebar-debar.

 “Wiraswasta apaan?” sepertinya Wida penasaran.

    “Ini kartu nama saya.” Kataku seraya mengeluarkan sebuah kartu nama yang selalu tersedia dalam dompet. Sengaja tak kukatakan dengan lisan, sebab takut dianggap sombong. Wida pun tentunya akan tahu, bahwa aku adalah seorang pengusaha bahan bangunan.

 “Hebat!” tak salah dugaanku,  Wida seperti yang kagum dengan perusahaan yang tercantum dalam kartu namaku.

Dan memang perusahaanku mengalami kemajuan yang cukup pesat, sejak perkawinanku dengan Maya. Wida pun terlihat semakin kagum, ketika aku menawarkan untuk mengantarkannya dengan sebuah mobil yang kumiliki.

BOSAN TERHADAP ISTRI
    Sejak pertemuanku dengan Wida, lambat laun sikapku terhadap Maya menjadi berubah. Aku sering marah-marah dengan alasan yang sengaja kubuat-buat. Dan entah mengapa, terkadang aku merasa begitu jijik terhadap Maya.

Kebosanan pun mulai menjalar dalam hatiku. Aku lebih memikirkan Wida. Bahkan aku selalu berusaha untuk menghubunginya. Sehingga tidak terasa, di luar rumah aku semakin dekat dengan Wida. Segalanya pun menjadi berubah.

Wida yang dulu menolak cintaku, kini berbalik mencintaiku. Terlebih lagi, aku berusaha untuk  merahasiakan pernikahanku dengan Maya. Membuat Wida semakin larut dalam hubungan asmara denganku.

Hingga aku tidak segan-segan mengorbankan materi untuk keperluan Wida. Rumah kontrakannya dipenuhi oleh barang-barang elektronik, hasil pemberianku.
 
Belum tuntas kisah perselingkuhanku dengan Wida, tidak sengaja aku mendapat kenalan baru di sebuah bank. Sesuai dengan namanya, Indah.

Wajahnya pun begitu indah untuk dipandang. Singkat cerita, aku kembali jatuh hati pada Indah. Dan Indah pun tidak menolak cintaku. Tentu saja hatiku semakin berbunga-bunga. Dua gadis cantik telah menjadi kekasihku, dalam waktu yang bersamaan.

Sehingga aku banyak disibukan untuk membagi waktu, antara mencari uang dan ‘apel’ kepada Wida beserta Indah. Tak kupedulikan lagi istriku, yang semakin terasa ‘dingin’ jika waktunya tidur bersama. Wida dan Indah menjadi bunga impian, yang selalu membayangi pelupuk mataku. Membayangi setiap detak langkahku.
 
Tak ada jalan lain untuk mencapai hasratku, kecuali menceraikan Maya. Aku memang telah kalap. Dengan berbagai alasan yang kurang masuk akal, aku berusaha untuk membuat masalah. Yang penting tidak menimbulkan kesan, kalau aku yang bersalah.

Maya kupaksa untuk bercerai. Membuatnya begitu terkejut, dan beberapa kali mencoba untuk mengingatkanku. Sayang sekali, deraian air matanya tak mampu untuk menggugah hatiku. Keinginanku sudah begitu bulat.

Hilang sudah ingatanku tentang kasih sayangnya yang begitu tulus. Mataku seakan buta. Tak lagi kulihat keistimewaan yang dimiliki istriku. Maya harus kutinggalkan, demi melangsungkan hubungan perselingkuhanku.

Sudah kurencanakan, pada saatnya nanti, aku akan menentukan pilihan yang terbaik dari dua gadis kekasihku.  Wida atau Indah.
          
TERNYATA MAYA ADALAH YANG TERBAIK
    Akhirnya aku dan Maya pun bercerai. Beruntung sekali, perselingkuhanku tak sempat diketahuinya. Membuat namaku tetap ‘bersih’ di mata keluargaku dan tetangga sekitar orang tuaku.

Selanjutnya aku semakin leluasa menjalin percintaan dengan Wida dan Indah. Melepaskan gairah asmara yang begitu menggebu-gebu. Sampai aku menemukan sebuah ‘titik’ kepuasan. Namun, semakin lama aku bisa mengetahui kelemahan dari dua orang gadis tersebut.

Baik kelemahan fisik, ataupun mentalnya. Banyak sekali yang tidak sesuai dengan kehendak hatiku. Dalam arti kata, ternyata Wida dan Indah tidak lebih baik dari Maya. Membawa sebuah penyesalan yang mulai merasuk sanubariku.
 
Ada sebuah pepatah Sunda yang mengatakan ‘Ulah kabobodo tenjo jeung kasamaran tingal’. Baru kusadari jika aku tidak mengindahkan pepatah yang sangat berarti itu. Aku tak menemukan keteduhan dan kedamaian pada diri Wida ataupun Indah.

Keduanya sangat egois. Kasih sayangnya tidak setulus Maya. Tak menutup kemungkinan jika mereka hanya tertarik pada materi yang kumiliki. Dan yang pasti, Maya adalah yang terbai, dibandingkan Wida ataupun Indah.

Baik dilihat dari wajahnya, apalagi dari sikap dan prilaku kesehariannya. Aku pun tidak mengerti, mengapa hal ini baru kusadari, setelah terjadi perceraian?

MAYA PUN MENJADI MILIK ORANG

    Aku teringat pepatah orang tua, yang mengatakan ‘hati-hati dengan godaan empat bulan dalam pernikahan!’. Sungguh baru kusadari, bahwa aku memang tidak tahan menghadapi godaan itu. Tak ada yang dapat dipersalahkan dalam hal ini, selain diriku sendiri.

Hingga tersirat dalam sanubari, untuk kembali rujuk dengan Maya. Satu bulan yang lalu, aku memutuskan untuk menuju ke kampung halaman Maya.  Apa lagi kalau bukan untuk  memohon maaf kepadanya dan seluruh keluarganya.

Tapi sayang, Maya telah dipersunting oleh laki-laki lain. Yang membuatku begitu kecewa dan menderita. Namun, semua itu harus kuterima. Mungkin sebagai balasan atas dosa-dosa yang telah kuperbuat. Tak ada lagi harapan untuk bisa bersatu dengan Maya.
 
Kucoba untuk mencari lagi pengganti sosok Maya yang baru. Bukan Wida atau Indah. Telah kuterobos pekatnya malam dan telah kutembus fatamorgana. Semuanya hanya mengagungkan duniawi.

Tak kutemui lagi cinta kasih yang tulus, seperti yang telah kudapati dari seorang Maya. Sampai pada detik ini, aku belum mendapatkan pengganti Maya. Bukannya mau melebihi Kekuasaan Alloh SWT, aku selalu berharap untuk bisa hidup dengan seorang wanita yang seperti Maya. Setidaknya, perbedaannya tidak terlalu jauh dengan Maya.
 
Tinggalah puing-puing penyesalan yang rasanya tiada berguna. Cinta kasihku tetap hanya untuk seorang Maya. Mungkin ini adalah suatu dosa yang teramat besar. Mengharap kehadiran istri orang lain.

Mengharap cinta kasihnya yang seperti dulu. Kuakui, bahwa itulah kejujuran. Walau memang aku tidak berusaha untuk menghancurkan jalinan rumah tangganya. Biarlah aku terlelap dalam pelukan cintanya, walau hanya dalam mimpi-mimpiku.

Akan kujadikan pengalaman hidup ini, menjadi sebuah cerminan di masa yang akan datang. “Maya, mafkanlah semua kesalahan yang telah kuperbuat. Ya Alloh, ampunilah dosa-dosaku…” Didi mengakhiri pengalaman pahitnya, sambil menyeka air mata yang berlinang membasahi kedua pipinya. Suatu penyesalan sangat jelas terlukis dari raut wajahnya. *** (Diceritakan kepada Ekspresif.Com)  




0/Post a Comment/Comments

Previous Post Next Post